Kemarin (17/6/2013) saya ke Goethe Haus yang terletak di Jl. Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat untuk meminjam sejumlah buku anak-anak untuk murid saya yang membutuhkan bahan bacaan. Kadang-kadang bosan juga kan kalau selalu membaca bahan pelajaran. Untuk variasi, boleh juga kita membaca bahan bacaan lain, misalnya buku anak-anak.
Karena murid-murid saya masih level A1, baru belajar dua minggu pula, jadinya pasti kosa katanya masih terbatas. Sehingga saya mencari buku dengan kosa kata sederhana dan grammatiknya masih Präsens (tense untuk kala kini). Kebanyakan buku cerita dibuat dalam bentuk Präteritum (tenses untuk kala lampau). Buku seperti ini ada, tapi jarang. Mungkin lain kali saya mesti mengusulkan ke Goethe Haus untuk menyediakan lebih banyak buku anak-anak dengan tense Präsens dan sederhana, karena di Austria banyak sekali buku anak-anak yang ditulis dengan tense Präsens. Saya beli beberapa :D
Setelah pilih-pilih saya mendapatkan 4 buku. Di rumah saya baru mulai membaca buku pertama yaitu "Meine Füße sind der Rollstuhl". Sesuai dengan judulnya, buku ini bercerita dari sudut pandang Margit, seorang anak kecil yang mengalami keterbatasan bergerak sehingga harus menggunakan kursi roda. Menurut saya, kisah ini begitu menarik dan menantang dan sesuai dengan konteks kekinian dan sudut pandang yang berbeda yang sepertinya jarang disentuh oleh penulis cerita anak-anak di Indonesia.
Hari itu Margit senang karena diminta ibunya untuk berbelanja di supermarket untuk pertama kalinya. Margit sendiri sudah dibiasakan untuk mandiri di dalam rumah. Jadi sang ibu memberikan tantangan baru bagi Margit untuk berbelanja di supermarket tanpa ditemani ibunya. Yang akan dibeli 1 liter susu dan 1 kantong apel berisi 6 buah.
Di perjalanan, Margit melihat banyak hal yang membuatnya sedih dan senang. Karena hari libur, banyak anak bermain di lapangan bermain, dan dia sendiri tidak bisa bermain seperti mereka, karena kakinya lumpuh. Ada juga serombongan anak kecil yang mengata-ngatai anak lain karena anak tersebut gendut. Banyak orang yang mengucapkan salam kepadanya, hatinya senang sekaligus heran. Ada seorang anak yang ingin tahu dan bertanya mengenai kursi rodanya, tapi ibunya melarangnya, karena khawatir hal itu akan menyakiti hati Margit. Padahal penolakan sang ibulah yang justru membuat Margit sedih, "Ich bin doch wie alle anderen Kinder!"
Ketika menyebrang jalan, Margit tidak bisa naik ke atas trotoir, dan tak ada yang membantunya. Tapi ada seorang anak yang membantunya mendorong. Anak itu adalah anak gendut yang dikata-katai oleh anak-anak lain di taman bermain, namanya Sigi. Setelah menolong Margit, Sigipun berlalu. Margit melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan sepasang kakek nenek yang duduk di taman. Si kakek bertanya kenapa Margit menggunakan kursi roda, tapi si nenek mengatakan, "Kasihan, masih muda tapi sudah bernasib malang".
Supermarket yang dituju memiliki jalur khusus untuk membawa barang, sehingga Margit bisa masuk ke dalam Supermarket tersebut. Margit sebenarnya ingin mengambil susu dan apel sendiri, karena dia bisa dan ingin melakukannya sendiri. Tapi sang penjual malah heran, karena Margit justru kesal karena dibantu diambilkan. Margit bertemu Sigi kembali dan saling bercerita, Sigi meyakinkan Margit, bahwa mereka memiliki kekurangan sekaligus kelebihan. Dan Sigi juga meyakinkan Margit, bahwa meski Margit bisa melakukan banyak hal, tapi bagaimanapun Margit tetap membutuhkan bantuan orang lain dan juga harus berani meminta bantuan kepada orang lain. Mereka akan senang membantu. Margit kemudian berlatih bertanya dan hatinya senang, karena orang-orang di sekelilingnya ternyata membantunya!
Moral dari cerita ini ternyata banyak dan dalam sekali..... Coba deh kamu temukan sendiri apa saja moral story dari kisah ini. Saya berharap suatu hari akan makin banyak penulis cerita anak di Indonesia yang menuliskan cerita-cerita yang menyentuh seperti ini. Saya sedang mencoba menulis tapi kisah-kisahnya masih super pendek. Kalian juga bisa, lho. Buatlah kisah karangan kalian di blog, agar dibaca orang banyak, dikomentari dan sebagainya.