Salah satu yang harus dipersiapkan oleh siswa atau orang yang akan kuliah di Jerman adalah uang jaminan. Uang jaminan tersebut sebesar 8090 Euro. Kurs hari ini (8/5/2014) 1 Euro = Rp 16.169,- jadi kalian bisa menghitung sendiri, berapa uang jaminan yang harus dimiliki di bank agar bisa kuliah di Jerman. Cukup tinggi juga ya, waktu saya ke Austria Oktober 2012, kurs Euro masih Rp 12.300,-. Hiks.
Uang jaminan ini diblok (Blocked Funding) dan menjadi syarat untuk mendapatkan visa ke Jerman. Uang jaminan ini dimasukkan ke Deutsche Bank. Sekitar 15 - 20 tahun lalu, uang jaminan ini bisa berupa akun di bank mana saja di Indonesia. Begitu visa keluar, orang tua murid bisa mengambilnya kembali. Beberapa tahun kemudian, peraturannya berubah. Uang jaminan tersebut hanya bisa berupa akun di 3 bank utama di Indonesia, bank Mandiri, bank BCA dan satu bank lagi yang saya lupa namanya. Uang jaminan tersebut bisa diambil setelah si anak tiba di Jerman. Sudah lima tahun ini (kalau tidak salah), akun rekening untuk uang jaminan ini harus akun di Deutsche Bank. Uang jaminan ini diblok, tidak bisa diambil di Indonesia, tetapi dikirim setiap bulannya ke rekening anak atau siswa yang kuliah di Jerman. Tujuannya agar mahasiswa terjamin dan tidak terlunta-lunta ketika kuliah, khususnya di tahun pertama.
Bagaimana jika tidak punya uang sebanyak itu, tapi hati berkeinginan untuk kuliah di Jerman? Yang pertama tentu saja mencari beasiswa. Sepengetahuan saya, beasiswa ke Jerman untuk S1 atau level Bachelor Degree sangat jarang. Kalau level S2 atau S3 ada tapi biasanya diberikan melalui lembaga-lembaga pemerintah seperti kementerian atau universitas, bukan perorangan.
Alternatif yang kedua adalah patungan atau saweran. Saya mendapat informasi ini dari orang tua murid beberapa tahun yang lalu. Sejak awal, keluarga besar mereka sudah bertekad bahwa anak-anak mereka akan kuliah di luar negeri. Jadi mereka patungan untuk uang jaminan ini. Jumlah uang saweran ini tergantung dari kemampuan masing-masing. Misalnya keluarga A yang mempunyai kelebihan rezeki patungan 20 juta, keluarga B yang ekonominya terbatas patungannya sekitar 5 juta dan seterusnya. Uang tersebut menjadi uang bergulir, artinya ketika anak keluarga A sudah cukup usia masuk kuliah, maka anak keluarga A menggunakan uang jaminan tersebut. Setahun kemudian, anak keluarga C yang akan masuk kuliah dan butuh uang jaminan tersebut dan seterusnya. Dan mereka sudah mempraktekkan hal tersebut. Saya pikir ini ide yang baik dan patut ditiru. Toh, Indonesia kan dikenal sebagai keluarga yang gotong royong. Tahun lalu, saya memperkenalkan ide ini kepada keluarga besar saya, hampir semuanya setuju, tetapi ternyata belum bisa berjalan. Mudah-mudahan di keluarga besar kalian, hal ini bisa berjalan.
Alternatif ketiga adalah menjadi AuPair atau kakak angkat pada sebuah keluarga di Jerman. Saya sudah membuat beberapa artikel mengenai AuPair di blog saya ini, jadi silahkan dilihat-lihat artikel tersebut. Intinya AuPair adalah kakak angkat yang menjaga adik-adiknya, jadi bukan pembantu atau baby sitter seperti di Indonesia, ya. Dan ada aturan hukum serta kontrak yang mengikat kedua belah pihak. Bekerja sebagai AuPair ini bisa menjadi batu loncatan untuk kuliah di Jerman. Ada tulisan mengenai AuPair yang cukup menarik, silahkan klik di sini. Ada seorang teman kuliah seangkatan saya yang menjadi AuPair di Jerman tahun 90-an. Karena dia sudah bisa bahasa Jerman, maka di waktu senggang, dia kuliah di Universitas Muenchen. Sekarang makin banyak mahasiswa UNJ (Jakarta) dan UNY (Jogja) yang ke Jerman sebagai AuPair. Karena mereka tahu, ke Jerman dengan modal murah adalah dengan menjadi AuPair. Bonusnya bisa jalan-jalan keliling Jerman (di saat off), kursus bahasa Jerman (dibiayai orang tua angkat), bisa praktek bahasa Jerman (tentu saja :D) dan lain-lainnya.
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai program AuPair di lembaga kami, silahkan menghubungi Mas Uday di 021 2511535, pak Yanuar di 0812 8489 0000, 0815 8489 0000. Tanya-tanya saja dulu agar mendapat informasi yang jelas.