Filsafat Pendidikan Idealisme
Salam Sahabat pendidikan sekalian, artikel singkat berikut ini akan membahas mengenai Filsafat Pendidikan Idealisme yang diharapkan bisa menjadi referansi anda dalam proses pembelajaran dan dapat menambah ilmu pengetahuan anda sebagai sebagaimana mestinya, untuk mempersingkat waktu mari kita pelajari bersama ulasannya berikut ini :
Idealis di artikan sebagai seseorang yang menerima predikat moral yang tinggi,estetika, atau agama dan menghayatinya. Pandangan lain, selain yang di sebutkan idealis dapat pula bermakna seseorang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum ada sedangkan pengertian idealisme terkadang digunakan sebagai penyanjung atau bermakna payoratif sebagai bentuk cemoohan kepada seseorang yang memeperjuangkan tujuan-tujuan yang dipandang utopis atau mustahil untuk dapat di capai. Sedangkan dalam arti filosofis istilah idealisme memeiliki kedekatan dengan kata Ide dari kata “ ideal “.
Menurut Teguh, W.G. ( 2011:129 ), bahwa “ idealisme dalam filsafat adalah alirang pemikiran filsafat yang kental dengan corak metafisik “ dengan demikian banyak orang berpendapat bahwa yang di maksud idealisme di dalamnya memandang realitas tidak lain adalah dari ide ide, akal,pikiran,atau jiwa, bukan benda benda material atau kekuasaan. Orang yang berfikir sesungguhnya orang yang sedang memasuki areal penalaran dengan gerak akal secara dinamis. Dalam pengertian ini ketika dalam akal pikiran seseorang sedang aktif memikirkan sesuatu atau akal yang sedang berfikir. Hal itu sedang berlangsung tidak mengingat bahwa saya ini sedang berpikir apa lagi memikirkan keselamatan ( itu sama sekali tertutup ). Pemelihraan akal dengan baik dalam arti, tidak di gunakannya akal berfikir segala macam yang tidak mengandung kebaikan ( batas batas kemanusiaan ketika manusia ingin kita bentuk ) pemeliharaan akal mesti menjadi keharusan, dengan pengendalian yang bisa menghentikan dari pemikiran yang tidak menguntungkan terhadap yang nyata apa lagi yang tidak nyata.
Landasannya merupakan sebuah dilematika tentang akal itusebagai karunia ALLAH SWT. Karena akal sebagai manusia maka tak dapat di tafsirkan betapa akal di jadikannya, selaku ukuran derajat dan kekuatandengtan segala adikodratinya, akal dengan sifat kelicikannya adalah petaka ketika orang tak mengerti manfaat liciknya akal, akal adalah sumber dari segala kesalahan dan juga sumber dari segala kebenaran, ketika seseorang yang baik itu adalah tujuan,maka yang salah bukan itu yang menjadi tujuan. Dalam pengertian ketika kita memelihara akal dengan tidak berfikir salah (akal bulus, licik, kancil) atau harus berfikir benar ( akal Budi )maka manusia akan selamat dari segala tuntutan kemanusiaannya ketika kita mampu mengatur akal kita sendiri.
Contoh , yang sangat urjen saat ini ketika para pemangku jabatan di percaya dengan sebuah amanah lalu dia tidak dalam pengendalian akal untuk menentukan suatu tindakan. Atau ia tidak memelihara akalnya dan menempatkannya pada ketidak sadaran akan kebaikanmaka ia akan menggunakan akal dari sisi keburukan dan terjadilah yang namanya kecurangan, penyelewengan, pengikisan, pengerukan materi taupun non materi ( korupsi ), kalau pendidikan tidak bertujuan mengendalikan akal (memeliharanya ) maka pendidikan tidak akan mungkin berhasil keluar dari persoalan keburukan.
Ketajaman orang berfikir tergantung dari ketajaman akal yang ia perdayakan atas bentuan yang indrawi. Memperdayakan akal untuk segala hal, tak ada jaminan akan keselamatan diri ( baik jiwa maupun raga ). Untuk itu, kalau akal kita di selamatkan, maka selamatlah diri kita. Tetapi akalau kita , menyelamaykan diri belum tentu kita selamat. Contoh, sudah berpa banyak manusia stres lantaran berfikir tak logis. maka dapat di pastikan dirinya ikut terpelihara dengan kata lain, lantaran akal manusia ia rusak maka diri terbawa bawa menjadi rusak sebab akal tidak dalam kondisi terpelihara.
Filsafat Pendidikan Idealisme |
Walaupun manusia jauh lebih raksasa kemuliaan, jika akal tidak di liat dari sisi keyakinan religious, tetapi tetap lebih utama biologis binatang ketimbang manusia untuk itu, bagai mana cara ?, dan apa upaya nyata memelihara yang namanya akal ? agar manusia terhindar dari ancaman keburukan dirinya sebagai individu dengan predikat kemuliaan. Dengan kesibukan akal, seluruh komponen yang berbau logika dan metafisika akan terlibat langsung untuk menyuplai tentang apa yang di butuhkan akal. Seperti di antaranya ; istirahat, tidur, santai, melepas kontak piker, pasif jalan indra, kurang pengamatan, turun daya tarik.
Kesemuanya itu, dapat memaknai sebagai upaya pemeliharaan akal budi manusia. Semakin banyak, memberdayakan akal pada hal hal yang memeboroskan dan tidak produktif, semakin tak berarti hidup kita. Tetapi semakin banyak memberdayakan akal kita pada hal hal yang bermanfaat, semakin banyak jumlah kebaikan yang terima individunya. Hal ini, yang mendasari seseorang tertarik dalam sebuah faham yang di sebutnya sebagai “ idealisme “ ( dalam makna ; keselarasan metalis dan realis ). Dengan menggunakan akal sehat, pada tempat dan fungsinya sebagai akal manusia, maka tepatlah konsekuensinya manusia sebagai mahluk yang manusiawi. Untuk itu pendidikan di harapkan mamapu memanusiakan manusia dalam arti kata pendidikan berfungsi guna untuk emeberdayakan akal sebaik baiknya.
Tentu tujuannya adalah tidak menggunakan akal pada peruntukan yang bertentangan dengan fitranya sebagai karunia Tuhan, beserta tabiat yang menjadi kekuatan dari yang Maha Kuasa. Dengan demikian Socrates, Plato dan Aristoteles termasuk pemikir yang lainnya , adalah peletak dasar pemikiran yang filsafi untuk memeberdayakan akal sebagai pencetak kebaikan. Walaupun, kenyataannya terkadang tidak pada persi kebenaran yang membawa kebaikan tetapi kadang membuahkan keburukan. Memberdayakan akal dengan prinsip tek ingin mengambil kebingungan dan menaruh resiko, sehingga masih sering menggabungkan kefitrahan akal yakni penggabungan antara nilai kebaikan ( saleh ) dengan nilai keburukan ( salah ), dengan mengacao balaokan tentang salah dan benar, utuh dan hancur, untung dan rugi, sukses dan melarat, senyum dan tangis, ingat dan lupa.
Plato dan kawan kawan tak tega membedakan antara penuntut dan di tuntut antara subjek dan objek, antara hak dan kewajiban, itu di sebabkan pemikiran yang di buka : “ tanpa etika penggunaannya, dan di pakai untuk seluas luasnya, tanpa ada upaya untuk memeliharanya “ . akal tak punya kendala, akal bersifat abadi, tidak akan rusak dan juga tidak mampu di rusak. Pandangan sweperti ini keliru, sebab akal dapat rusak, akal dapat menemukan kendala, akal punya keterbatasan, dan akal juga bisa sakit, bahkan kesembuhannya tak semudah hal lain. Contoh : akal sakit, adalah orang defresi mental;akal menemukan kebuntuan, ada intuisi akal memiliki keterbatasan, orang tidak semuanya cerdas berfikir; akan sulit di sembuhkan, banyak orang sakit jiwa tidak dapat di obati. Akalpun bisa rusak dalam arti umum orang bisa kehilangan kesadaran ( stress, strok, crasy ) atau tidak sadarkan diri.
Itulah sebabnya orang yang kehilangan kesadaran tidak dapat lagi memberdayakan akalnya. Dengan demikian menghindari penyakit jiwa salah satunya adalah : memelihara akal untuk tetap menjadi budi, seperti ; hindari tindakan berpikir yang berlebih lebihan kalau tidak jelas tujuannya dan kalaupun itu jelas tapi tetap berpikir yang sederhana saja yang semestinya sesuai dengan kemampuan akal itu sendiri secara normalitas.
Untuk itu kita menghindari penggunaan akal secara berlebihan dari yang semestinya. Dengan maksud agar karunia ALLAH SWT itu dapat menjadi lestari dan abadi selama manusia berhayat terkandung badan sebagai pemiliknya. Peliharalah akal sebaik baiknya agar langgeng hidupnya dunia dan akhirat sebab jika tidak maka ruh, kalbu, dan fisik juga ikut tak terpelihara yang akan mengakibatkan jiwa dan raga tak berdaya menanggung resiko kehidupan yang di jalaninya dan tak dapat di sembuhkan.
Olehnya itu , manusia memiliki dua (2) komponen yang mesti di pelihara yakni : Akal dalam komponen; kalbu, ruh, jiwa dan raga di dalam komponen; tindak nyata, sikap inderawi dan karya budi. Walaupun akal merupakan perpanjangan kehendak dari jiwa manusia ketika jiwa terpanggil untuk satu kepentingan maka akal di perdayakannya selaku mediator. Sehingga kebaikan itu berakar dari jiwa rimbun yang melekat di akal pikiran. Dengan kesesuaian itu, dalam pandangan idealisme, adalah kajianyang tepat sebagai paham atau pandangan yang oleh filosof di katakana sebagai; ide ide gagasan-gagasan ataupun pendapat.
Kalau kita cermati, pandangan para filosof kuno terlihat banyak perbedaan perbedaan yang tajam. Seperti Plato,dan kawan –kawan yang berpegang pada prinsip idealisme yang memandang realita adalah ide ide dan gagasan, fikiran atau jiwa dan bukan material ataupun kekuasaan. Sedangkan pendapat lain adalah sebaliknya: “ realita adalah seluriuh yang nyata berfaktualitas atau rill dapat berupa materi dan benda bendaalam apa saja bukan ide ide, bukan pula pikiran dan jiwa ”. kalau di pilih jalan tengahnya,maka paham ideal mempersoalkan kesesuaian; antara metalisme dan realisme. Metalis itu adalah : segala hal yang tak nyata,seperti pikiran dan unsure unsure kejiwaan lainnya ( psikologik ). Sedangkan realis adalah : segala hal yang nyata seperti benda, materi dan hak hak nyata sebagai unsure kemanusiaan. Dengan demikian idealisme merupakan upaya manusia untuk menyeimbangkan antara metalisme dan realism dengan jalan menyelanggarakan pendidikan dan menjadikan kajian kajian filsafat pendidikan sebagai promoter kesetaraan jiwa raga secara seimbang.
Kita senantiasa menyadari bahwa selalu ada nilai yang cenderung untuk di kritisi, di perdebatkan soal filsafat khususnya “ filsafat Pendidikan “. Dalam aliran ini ( idealisme ) filsafat pendidikan tentu memeiliki takaran atau ukuran tersendiri dari sisi mana filsafat dapat melekat sebagai perindang kerimbunan pengetahuan untuk tujuan kemanusiaan. Dalam system pendidikan, pandangan yang mempersoalkan tantangtujuan pendidikan dengan pengakaran kata “ kesadaran “ pada hakikatnya adalah konteks filsafat pendidikan yangpenjabarannya tergantung dari kepentingan di selenggarakannya pendidikan di sebuah Negara.
Pendidikan dari sisi filsafat itu ruangnya terbuka dan bebas dalam pengertian secara teoritis-praktis. Serta dapat di faktakan berdasarkan prinsip ilmiah. Sementara di sisi lain terjadi sebaliknya, ruang nilai filsafat pendidikan dimana mana di tunggangi oleh prinsip prinsip idealisme. Persoalannya, bersentuhan langsung dengan konsep realitas.pendidikan yang tidak dengan realistic dan selalu saja bersifat propokatif. Untuk suatu kebenaran adalah hal yang penting namun kadang kala tak pernah menjadi benar dan itu sesungguhnya adalah sebuah tekat penghianatan kode etik filsafat dari sisi konsep “kebenaran “ tidak ada filsafat yang setuju dengan konsep ketidak benaran sebab filsafat lahir dari pemikiran yang tidak benar dan berusaha mencari kebenaran dan bukun tumbuh di atas kebenaran dan membuat orang menjadi tidak benar lalu sebaliknya ketika pendidikan sudah tidak pada kebenaran sesungguhnya filsafat pendidikan itu telah terhianati esensinya oleh system yang memberdayakan pendididkan. Filsafat tidak boleh melakukan pengendapan ( termodevosito ) ia harus tetap mengalir sempurna untuk membangun pengetahuan.
Demikian Penjelasan diatas semoga bermanfaat bagi kita semua dan bernilai ibadah di sisi Allah Swt, aammiinn
" Terimakasih Semoga Bermanfaat "