Cahaya Dan Nasehat Hati ( Jangan Bangga Diri )
Mungkinkah ada diantara kita ( Manusia ) yang sudah merasa mencapai sukses dikehidupnya karena telah berhasil mendapatkan segala yang di inginkannya ? mulai dari harta, gelar, pangkat, jabatan, dan kedudukan dan merasa telah menggenggam seluruh isi dunia ? kalau memang begitu, marilah kita kaji kembali seberapa besar nilai dari apa-apa yang telah kita raih tersebut.
Di sebuah harian pernah diberitakan tentang penemuan baru berupa teropong yang diberi nama Dengan sebuah telescope Hubble. Kita dapat melihat sebanyak bermilyar gugusan galaksi di angkasa luar sana, Matahari saja merupakan salah satu planet yang sangat kecil, yang berada dalam gugusan galaksi di dalam tata surya kita, apalagi planet bumi ini, Sungguh tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bermilyar gugusan galaksi tersebut. Sungguh betapa dahsyatnya.
Namun sangat disayangkan, seringkali manusia yang merasa telah berhasil mendapatkan segalanya didunia ini suka tergelincir dan hanya mempergauli dunianya saja. Akibatnya, keberadaannya membuat ia bangga angkuh dan njuga sombong . Ketika ia berhasil mencapai apa yang diinginkannya, ia merasa semua itu hasil usaha dan kerja kerasnya semata, sedangkan ketika gagal mendapatkannya, ia pun serta merta merasa diri sial. Bahkan tidak jarang kesialannya itu ditimpakan atau dicarikan kambing hitam.
Manusia yang semacam ini tentu telah lupa bahwa apapun yang diinginkannya dan diusahakan oleh dirinya sangat bergantung kepada izin Allah SWT. Meskipun ia berjuang mati-matian untuk mengejar apa yang dinginkannya, maka tidak akan dapat tercapai tanpa izin Allah . Laa haula walaa quwwata illaabillaah! Mungkin begitulah sedikit gambaran jikalau seorang manusia hanya bergaul dengan dunianya saja yang ternyata tidak ada apa-apanya sama sekali. Sudah seharusnya kita ( Manusia ) bergaul hanya kepada Allah sebagai Zat yang Maha Menguasai alam semesta ini agar kita tidak stress atau sampai gila oleh karena dunia yang hanya nsementara ini.
Sebaiknya Sikap inilah yang harus senantiasa kita latih dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Tubuh lekat dengan dunia, tetapi jangan biarkan hati turut lekat dengannya. Ada dan tiadanya segala perkara dunia ini di sisi kita jangan sekali-kali membuat hati goyah karena toh sama pahalanya di sisi Allah. Sekali hati ini lekat dengan dunia, maka adanya akan membuat bangga, sedangkan tiadanya akan membuat kita terluka. Ini berarti kita akan sengsara karenanya, karena ada dan tiada itu akan terus menerus terjadi.
Tabiat dunia itu senantisa dipergilirkan. Datang, tertahan, diambil. Mudah, susah. Sehat, sakit. Dipuji, dicaci. Dihormati, direndahkan. Semuanya terjadi silih berganti. kalau hati kita hanya akrab dengan kejadian-kejadian seperti itu tanpa akrab dengan Zat pemilik kejadiannya, maka letihlah hidup kita.
Lain halnya kalau hati kita selalu bersama Allah. Perubahan apa saja dalam episode kehidupan dunia tidak akan ada satu pun yang merugikan kita. Artinya, memang kita harus terus menerus meningkatkan mutu iman dan taqwa kita kepada Allah SWT. Di antara yang penting yang kita perhatikan sekiranya ingin dicintai Allah adalah bahwa kita harus zuhud terhadap dunia ini.
Rasulullah SAW pernah bersabda,
"Barang siapa yang zuhud terhadap dunia, niscaya Allah mencintainya, dan barang siapa yang zuhud terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya manusia mencintainya."
Zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, melainkan kita lebih yakin terhadap apa yang ada di sisi Allah dari pada apa yang ada di tangan kita. Bagi orang-orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun yang dimiliki sama sekali tidak akan membuat hati merasa tentram karena ketentraman itu hanyalah apa-apa yang ada di sisi Allah.
Rasulullah SAW bersabda,
"Melakukan zuhud dalam kehidupan di dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti dari pada apa yang ada pada Allah." (HR. Ahmad, Mauqufan)
Andai kata kita merasa lebih tentram dengan sejumlah tabungan di bank, maka berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan kita, seharusnya kita lebih merasa tentram dengan jaminan Allah. Ini dikarenakan apapun yang kita miliki belum tentu menjadi rizki kita kalau tidak ada izin Allah.
Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak menjadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita.
Jangan kita mengukur kemuliaan seseorang dengan adanya dunia di genggamannya. Sebaliknya jangan pula meremehkan seseorang karena ia tidak memiliki apa-apa. Kalau kita tidak menghormati seseorang karena ia tidak memiliki apa-apa dan kalau kita menghormati seseorang hanya karena kedudukan dan kekayaannya maka itu berarti kita sudah mulai cinta dunia. Akibatnya akan susah hati ini bercahaya disisi Allah.
Mengapa ? Karena, hati kita akan dihinggapi sifat sombong dan takabur dengan selalu mudah membeda-bedakan teman atau seseorang yang datang kepada kita. Mungkin Hendaklah mulai dari sekarang kita mulai mengubah sistem kalkulasi kita atas keuntungan-keuntungan. Ketika hendak membeli suatu barang dan kita tahu harga barang tersebut di supermarket lebih murah ketimbang membelinya pada seorang ibu tua yang berjualan dengan bakul sederhananya, sehingga kita mersa perlu untuk menawarnya dengan harga serendah mungkin, maka mulailah merasa beruntung jikalau kita menguntungkan ibu tua ketimbang kita mendapatkan untung darinya. Artinya, pilihan membeli tentu akan lebih baik jatuh kepada orang tua tersebut dan dengan harga yang ditawarkannya daripada membelinya ke supermarket. Walhasil, keuntungan bagi kita justru ketika kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain.
Arti keuntungan yang sesungguhnya bagi kita adalah ketika bisa memberi lebih daripada yang diberikan oleh orang lain. Jelas, akan sangat lain nilai kepuasan batinnya juga. Bagi orang-orang yang cinta dunia, tampak sekali bahwa keuntungan bagi dirinya adalah ketika ia dihormati, disegani, dipuji, dan dimuliakan. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sangat merindukan kedudukan di sisi Allah, justru kelezatan menikmati keuntungan itu ketika berhasil dengan ikhlas menghargai, memuliakan, dan menolong orang lain. Cukup ini saja! Perkara berterima kasih atau tidak, itu samasekali bukan urusan kita. Dapatnya kita menghargai, memuliakan, dan menolong orang lain pun sudah merupakan keberuntungan yang sangat luar biasa.
Sungguh sangat lain bagi ahli dunia, yang segalanya serba kalkulasi, balas membalas, serta ada imbalan atau tidak ada imbalan. Karenanya, tidak usah heran kalau para ahli dunia itu akan banyak letih karena hari-harinya selalu penuh dengan tuntutan dan penghargaan, pujian, dan lain sebagainya, dari orang lain. Terkadang untuk mendapatkan semua itu ia merekayasa perkataan, penampilan, dan banyak hal demi untuk meraih penghargaan.
Bagi ahli zuhud tidaklah demikian. Yang penting kita buat tatanan kehidupan ini seproporsional mungkin, dengan menghargai, memuliakan, dan membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun. Inilah keuntungan-keuntungan bagi ahli-ahli zuhud. Lebih merasa aman dan menyukai apa-apa yang terbaik di sisi Allah daripada apa yang didapatkan dari selain Dia.
Walhasil, siapapun yang merindukan hatinya bercahaya karena senantiasa dicahayai oleh nuur dari sisi Allah, hendaknya ia berjuang sekuat-kuatnya untuk mengubah diri, mengubah sikap hidup, menjadi orang yang tidak cinta dunia, sehingga jadilah ia ahli zuhud.
"Adakalanya nuur Illahi itu turun kepadamu", tulis Syaikh Ibnu Atho’illah dalam kitabnya, Al Hikam, "tetapi ternyata hatimu penuh dengan keduniaan, sehingga kembalilah nuur itu ke tempatnya semula. Oleh sebab itu, kosongkanlah hatimu dari segala sesuatu selain Allah, niscaya Allah akan memenuhinya dengan ma’rifat dan rahasia-rahasia."
Allah SWT Berfirman yang artinya:
"Cahaya di atas cahaya. Allah membimbing (seorang hamba) kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki ..." (QS. An Nuur [24] : 35).
“ Terimakasih Semoga bermanfaat “