Filsafat Pendidikan Esensialisme dan Pengertiannya

Filsafat Pendidikan Esensialisme dan Pengertiannya

Sahabat pendidikan sekalian, artikel berikut akan membahas mengenai Filsafat Pendidikan Esensialisme serta pengertiannya yang diharapkan dapat menambal ilmu pengetahuan anda pada bidang ilmu filsafat pendidikan dan untuk mempersingakat waktu mari kita sama-sama menyimak ulasan berikut ini :

Esensialisme adalah paham yang  berpijak pada kebermutuan dan juga pada kualitas yang penuh dengan kebermaknaan nilai. Tekstur pengakarannya terletak pada konsepsi kestabilan dan dan keselarasan dari berbagai hal. Tujuannya untuk mencapai suatu keseimbangan  dalam pencapaian suatu nilai agar ideal dalam artian kesesuaian antara harapan dan kenyataan buka sekedar mengada adamelainkan suatu kesungguhan yang nyata dan juga bukan sebuah keimitasian tetapi sesuatu yang mutlak. Tentunya di persepsikan sebagai sesuatu yang berkepastian akan ketercapaiannya dan bukan sebuah program yang hura hura mengada ada apa adanya sebagai tujuan serimonial belaka, tetapi merupakan landasan fundamentalistiknya dari sebuah tindakan nyata. 

Esensialisme boleh di katakan “ filsafatnya Filsafat “ aliran ini kalau di ibaratlan suatu proses penanaman sebuah filsafat  maka ialah yang akan berkecambah terlebih dahulu  lalu tumbuh lebih cepat dari aliran aliran lainnya  sebab yang dikaji dan yang diungkap adalah sesuatu yang memang bukan suatu kepalsuan. Sedangkan esensi itu sendiri tidak terlepas dari pengertian yang memang bermakna seperti itulah yang sebenar – benarnya. Hanya saja perlu ditekankan bahwa semakin jah dari prcabangan perantingan sebuah pohon filsafat maka pengetahuan manusia cenderung kehilangan arus nilai yang sebetulnya serta dengan adanya keberagaman budaya dan peradaban maka nilai filsafat akan semakin menebal dari kejelasannya dan akan mengundang lahirnya tinjauan baru yang menghadirkan pola pola sebagai suatu aliran baru sehingga sistematikanya berjalan tidak dengan semestinya . 

Filsafat Pendidikan Esensialisme
Filsafat Pendidikan Esensialisme

Tafsiran adalah sekedar menjelaskan kajian untuk mencari kebenaran yang hakiki dengan ungkapan yang bermaksud menitipkan sebuah kebenaran. Kemurnian pengetahuan bukan karena kemurnian penafsiran atau pengungkapan segala referensi tetapi kebutuhan benarnya pola pikir dan ketepatan rautnya seseorang . untuk mencapai kebenaran suatu ide yang agung dan mulia kebenaran tidak mesti dengan system tambal sulam pandangan dan tidak pula dengan menyimpulkan dari berbagai simpulan – simpulan orang lalu di pandangnya sebagai suatu kesimpulantetapi yang benar sebagaimana kenyataannya adalah terindra segala hal oleh pancaindra. Itulah esensi di atas esensi dan yang sungguh sungguh di atas yang sesungguhnya  selaku pijakan filsafat pendidikan esensialisme.


Untuk menambal sulam kehidupan jiwa raga setiap orang dibututhkan esensialisme. Untuk sebuah simulasi kebenaran dengan ,tidak “ ya “ bagi semua , semua “ ya “ untuk tidak.  itu artinya semua orang tak tahu diri, ( karena itulah manusia ) hanya orang yang tahu dirilah selaku seseorang ( sebab itulah orang yang manusiawi ). Memanusiakan manusia adalah menakdirkan tabi’at dalam rana kesucian dan kemuliaan. Konsep dasar itulah dalam pandangan holistika filsafat pendidikan sebagai ruang sistematika acuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan.

Menurut Teguh W.G ( 2011:159) “ esensialisme kerap di ungkap sebagai reaksi kedua terhadap Progresivisme “ dealam arti reaksi pertamanya adalah aliran filsafat pendidikan humanism. Kebermaknaan dalam bahasa filsafi dapat di nalarkan kepada ( 1 ) esensi tak jauh dari pikiran “ hakiki “

( 2 ) progresiv tak jauh dari pikiran” empati” dan ( 3 ) humanis tak jauh dari alam pikiran “ nyata “
Kata “ Bahasa dan Filsafi “ hakikat dapat di artikan bukanlah sebuah tafsiran ( mencari kejelasan ) bukan pula sesuatu yang salah di benarkan ( makna pengampunan ) tetapi itulah yang semestinya dan keberadaan hakikinya sesuatu. Kata “ Bahasa dan Filsafi “ dalam pengungkapan waktu, ruang dan kenyataan maka meta/maya muncul dalam pikiran dan nyata terbit di atas ide-ide dan gagasan-gagasan orang itu mengandung kejutan yang tak terbatas di atas perfilsafatan. Umumnya esensialisme memandang  bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai – nilai yang melekat pada manusia sebagai Khalifah Allah yang memiliki kejelasan dan keabadian setiap orang yang selalu memberikan kestabilan setiap saat sebagai nilai-nilai pilihan yang mempunyai tata susila yang benar,tepat dan jelas.

Menurut ; Karl Popper, esensialisme dalam arti luas selalu menjadi filsafat yang mengakui keunggulan Zat. Dalam prinsipnya esensialisme selalu menjadi filsafat  yang berbeda dengan paranialisme. Dasar filosofis esensialisme adalah : bahwa setiap jenis tertentu tidak lain merupakan entitas yanhg memiliki perangkat karakteristik da sifat  ( given) atau terberikan sejak keberadaannya yang pertama kalinya. Dari sini esensialis selalu memandang bahwa segala sesuatu selalu dapat di jelaskan dengan tepat. Esensialisme selalu identik dengan generalisasi yang  begitu berlebih ia bisa di contohkan dengan pemikiran tentang manusia bahwa sebagian sifat –sifat tertentu tertentu manusia selalu bersifat universal dan dimiliki oleh manusia lainnya tanpa dipengaruhi oleh konteks. 

Esensi adalah : entitas dasar,bukan keberadaan yang “ mengada “ para penganut esensialis meyakini bahwa esensi selalunya dengan sesuatu hal yang mendahului keberadaan. Pandangan tersebut dianalogikan dengan mengatakan , bahwa jauh sebelum kita membuat pertanyaan tentang ; Apa itu ?, Apakah itu?, para esensialis memandang bahwa seseorang mungkin telah bisa lahir. Sebagai individu yang sepenuhnya memiliki karakteristik yang berbeda dengan individu lainnya sehingga ia menjadi diri yang terpisah, tetapi hal itu tidaklah membuat mereka menjadi bukan bagian dari social. Pandangan ini didukung oleh aliran idealisme subjektif yang berpendapat bahwa alam semesta ini pada hakikatnya   adalah “ jiwa” atau “ spirit “ sedangkan segala sesuatu yang selalu ada “ nyata “ dalam makna 
“ spiritual” .

Sehubungan dengan hal tersebut bukanlah sesuatu yang berbeda dalam arti pemikiran atau cara pandang manusianya. Perbedaan menurut hemat penulis itu adalah : sebuah hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk social dengan karakter komunikatifnya itu yang disemestikan harus berbeda agar terjadi dialogisasi yang membuktikan bahwa esensi itu bukanlah realitas dan sebaliknya realitas itu bukanlah esensi. Dari makna kata “ beda “ tentu tak “ sama” dengan kata sama, dari dua kata yang penyebutannya tak sama. Tetapi ketika bagian bagian itu keseluruhan maka adanya ia dalam bentuk utuh atau tak terbagi -  bagi dan ia merupakan sebuah pandangan yang pasti tak berbeda atau satu dalam kesatuan adanya dengan nilai sama.

Karena Realita adalah : tampak adanya suatu hal sebagian dari sebagian yang lainnya. Sedangkan esensi adalah : tidak tampak adanya bahagian melainkan utuh. Dengan demikian esensi merujuk pada utuh dalam ( seutuhnya ) dan realita merujuk pada bagian dari bagian lainnya. Apapun esensi itu dalam arti “ tak ada duanya “ sedangkan realita apapun adanya pasti selalu ada yang lainnya  sebab realita adalah : sebuah kebenaran yang “ terukur “. Sementara esensi adalah kebenaran yang “ terpikir “ itulah konsep idealisme yang mengintegrasikan antara jiwa dan raga sebagai satu kesatuan diri. Dengan demikian suatu pemikiran yang bersifat ideal adanya ( dalam Keabadian ). Dalam ajaran filsafat Islam Adalah : alam akhirat yang berkekalan adanya tak punya batas dan tak punya waktu serta  ruang sebagaimana alam dunia.

Kalau kita perhatikan, Firman Allah dalam  ( QS. Ash-Shaff 16 2-3 ), dengan jelas , Allah memperingatkan bagi orang orang yang beriman dengan menegaskan bahwa : “ mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? ( seperti itulah sebuah esensi ) . dan hal yang tidak di sukai oleh ,Allah SWT jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan atau ketahui ( seperti itulah realitas ) “ dalam: Ahmad Hatta , ( 2011 : 551 ) secara umum kita dapat mengungkapkan bahwa sesuatu yang sifatnya esensi bukanlah urusan realitas, tetapi tetapi ang namanya realitas pasti/mutlak itu menjadi kewajiban dapat memelihara jiwa karena membangun jiwa berarti sifatnya membangun esensi sekaligus membangun raga, tetapi membangun realita belum tentu membangun esensi dan membangun esensi pasti membangun realita. 

Idealisme memandang belajar dapat di devinisikan sebagai jiwa yang berkembang dalam substansi spiritual. Jiwa membina dan berusaha menciptakan diri sebagai kemutlakan esensinya yang serba berkeutuhan. Hasil dari keutuhan itulah yang senantiasa di upayakan manusiasehingga ia harus belajar melalui prosedur pembelajaran. Esensialisme berharap kurikulum hendaknya berpangkal pada landasan ideal dalam lembaga organisasi kepndidikan yang kuat untuk membangu potensi diri agar memiliki kemampuan berkarya. Walaupun dalam praktiknya para esensialisme cenderung menekankan secara umum pada system membaca,menulis, dan berhitung sebab itu di pandang sebagai pengetahuan dasar. Disamping itu di ajarkan beberapa mata pelajaran yang di atur dalam kurikulum seperti : Bahasa , Sejarah, Matematika, Sains, Seni, Ekonomi, Geografi dsb.

Melalui mata pelajaran ini esensialis memandangnya sebagai inti perkembangan pengetahuan dalam mendidik manusia dalam rana akademik tradisional. Di samping itu Pandangan George Willielm friedrick hegel, ( 1770-1831 ) ; dalam Teguh W.G. ( 2011 : 162 ) mengemukakan adanya sintesis antara ilmu pengetahuan dan agama sehingga menjadi sesuatu pemahaman yang menggunakan landasan  spiritual  ( kenyataan ) George berusha memadukan antara aliran idealisme  dan aliran realism dalam satu sintesis. Dengan mengtatakan bahwa nilai itu tidak dapat di tandai dengan sesuatu konsep tunggal karena minat , perhatian, dan pengalaman seseorang menemukan adanya kualitas masing-masing dalam sisi tertentu. 

Pendekatan Literasi sebagai sumber utama dan dapat dipercaya untuk memperkaya  hasana pengetahuan dalam rangka prubahan system untuk mencapai tujuan pendidikan yang berkeutuhan. Keutuhan untuk segalanya adalah cirri esensinya permasalahan dan efek efeknya. Jika dalam hal itu kondisi keterpisahan dari segalanya  dalam arti bagian dari sebuah kenyataan maka awlnya adalah aliran yang berpandangan realism sebagai acuan. Esnsialisme sangat menjaga keutuhan dan kebenaran asal mulanya sesuatu. Personal kemurnian senantiasa di pertahankan sebagai  landasan utama atau pijakan penting untuk sampai pada tahap penerimaan sesuatu dari pergiliran untuk ( perubahan )  perubahan di lihat dari sisi perguliran segala hal yang dikenalkan oleh zaman  sebagai pemangkunya, sudah menjadi hakikat dari setiap perubahan.

Untuk itu pertukarannya ilmu pengetahuan dari setiap aliran saling di butuhkan. Misalkan : esensialisme tak cukup untuk manusia memanggilnya maka pada gilirannya pragmatisme, realism suatu saat akan tiba. Pengetahuan dasar sangat penting dalam pendidikan  dan pembelajaran . sebagai pegangan pokok untuk model penetapan sebuah system untuk menumbuh kembangkan nilai-nilai dari berbagai karakter. Terutama pengetahuan dasar agar dalam pendidikan pengutamaannya pada dunia membaca , menulis dan berhitung. Dan itu merupakan basis andalan manusia untuk dapat beradaptasi dalam memeprtautkan antara kepentingan jiwa dan kepentinga raga seutuhnya . tujuan ini penekanannya  dalam prinsip kesatuan dan kesempurnaan. Memperthankan nilai nilai budaya sebagai unsure spiritualis dalam membangun fitrah dan karakter maka pendidikan senantiasa menjadikan diri manusia dalam kendali jiwa yang ideal berabadian ( spiritis )

Itulah penjelasan daripada artikel singkat diatas yang diharapkan dapat berguna ataupun bermanfaat bagi kita semua baik dalam dunia pendidikan maupun dalam dunia pribadi kita sendiri serta dengan harapan semoga sukses selalu menyertai anda sehari-hari.

" Terimakasih Semoga Bermanfaat "            
  
    

BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA
ONE SHARE ONE CARE

Sekilas tentang penulis : Aksara Tanpa makna

English Learning Forign