Sejarah Tafsir Al-Qur’an
Salam sejahtera selalu untuk kita semua, sahbat muslim sekalian yang sama - sama dirahmati Allah, berikut ini adalah artikel singkat yang akan membahas mengenai Sejarah Tafsir Al-Qur’an yang diharapkan dapat memberi manfaat dan dapat bermanfaat pula bagi pribadi saya dan dapat pula diamalkan dikehidupan sehari-hari, mari kita sama-sama menyimak ulasannya berikut ini :
Sejarah ini berawal pada masa Rasulullah SAW masih hidup. Dimana sering kali terjadi perjadi perbedaan pemahaman tentang makna sebuah ayat, untu itu mereka dapat langsung menanyakan kepad Rasulullah SAW, secara garis besar ada tiga sumber utama yang di rujuk oleh para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur’an yaitu :
1. Al-Qur’an itu sendiri karena kadang – kadang satu hal yang dijelaskan secara garis besar di satu tempat dijelaskan secara lebih terperinci diayat lain.
2. Rasulullah SAW, semasa masih hidup , para sahabatnya dapat bertanya langsung kepadanya tentang makna suatu ayat yang tidak mereka pahami atau mereka berselisih paham tentangnya.
3. Ijtihat dan pemahaman mereka sendiri karena mereak adalah orang orang arab asli yang sangat memahami makna-makana perkataan dan mengetahui aspek kebahasaannya.
Tafsir yang berasal dari sahabat ini dinilai mempunyai nilai tersendiri menurut jumhur ulama karena disandarkan pada Rasulullah SAW terutama pada masalah Azbabun nuzul. Sedangkan pada hal yang dapat dimasuki ra’yi maka statusnya terhenti pada sahabat itu sendiri selama tidak disandarkan pada Rasulullah SAW.
Para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan Al-Qur’an adalah : 4 ( Khalifah ) yakni, Ibn Mas’ud, ibn Abbas , Ubai bin Ka’b, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Zubair. Pada masa ini belum terdapat satupun pembukaan tafsir dan masih bercampur dengan hadist.
Sesudah generasi sahabat datanglah datanglah generasi Tabi’in yang belajar islam melalui para sahabat diwilayah masing-masing. Ada tiga ( 3 ) kota utama dalam penyebaran Al-Qur’an yang masing-masing melahirkan madrasah atau Madzhab tersendiri yaitu :
1. Mekkah dengan madrasah Ibn Abbas dengan murid-murid antara lain , Mujahid ibn Jabir, Atha ibn Abi Ribah, Ikrimah Maula ibn Abbas, Thaus ibn Kisan al Yamani dan Said ibn Jabir.
2. Madina dengan madrasah Ubay ibn ka’abdengan murid muritnya yang bernama Muhammad ibn Ka’ab al Qurazhi, Abu al Aliyah ar-Riyahi dan Zaid ibn Aslam.
3. Irak dengan madrasah ibn Mas’ud dan murid-muridnya adalah , Al – Hasan Al-Bashri, Masruq ibn al-Ajda, Qatadah ibn-Di’amah, Atah ibn Abi Muslim al-khurasani dan Marah al-Hamdani.
Pada masa ini tafsir masih merupakan bagian dari Hadist namun masing-masing madrasah meriwayatkan dari guru mereka sendiri-snediri. Ketika dtang masa kodifikasi Hadist, riwayat, yang berisi tafsir sudah menjadi Bab tersendiri namun belum secara sistematis sampai masa sesudahnya ketika pertama kali dipisahkan antara kandungan hadist dengan tafsir sehingga menjadi kitab tersendiri. Usaha ini dilakukan oleh para ulama sesudahnya pada masa itu seperti : Ibn Majah, Ibn-jarir at-Thyabari, Abu Bakri ibn al-Munzir an-Naisaburi dan lainnya. Metode pengmpulan inilah yang disebut tafsir Bi al-Matsur.
Perkembangan pengetahuan pada masa dinasti Abbasiyah menuntut pengembangan metodologi tafsir dengan memasukkan unsure Ijtihat yag lebih besar. Meskipun begitu, mereka tetap berpegang pada Tafsir Ibn al-Matsur dan metode lama dengan pengembangan ijtihat berdasarkan perkembangan masa tersebut. Hal ini melahirkan apa yang disebut sebagai tafsir Bi al-Ra’yi yang memperluas ijtihat dibandingkan masa sebelumnya. Lebih jauh lanjud kedepan , perkembangan ilmu tasawuf melahirkan pula tafsir yang biasanya disebut sebagai tafsir Isyarah.
Demikianlah penjelasan singkat diatas semoga ada dapat membantu dan semakin menambah ilmu pengetahuan kita tentang tafsir dan salam sejahtera bagi kita semua.amin..
“ Terimakasih Semoga Bermanfaat “